Berita Terbaru

Kruw KM Jungge-Mbojo

KOORDINATOR/MOTIVATOR: HM. Nasir Ali TATA LETAK: Joe Ningrat, KOORDINATOR LIPUTAN: Nas Andika, UNIT USAHA: Wukufatul Arafah, PENULIS/KONTRIBUTOR: Wukufatul, HM. Nasir, Awalul Khair, Shafiratul Islamiah,Abdul Hamid, Jufrin, KAMERAMEN: Nas Andika, STAFT IT: Irank Scripter, KONSULTAN/PEMBINA: Camat Wawo, Dishubkominfo Kabupaten Bima, Dishubkominfo Provinsi NTB

Minggu, 14 September 2014

Nikmati Pesona Pantai, Tergoda Wadu Ntanda Rahi


Setelah kerja bareng hampir setahun lebih dalam menangani Pilkada Gubernur NTB, Pemilu Legislatif (Pileg) dan Pemilu Presiden (Pilpres), KPU Kabupaten Bima gelar acara perpisahan. Acara itu sekaligus pembubaran Panitia Pemungutan Suara (PPS) dan Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Wawo, Lambu dan Sape. Bagaimana ceritanya, berikut catatan M Nasir Ali.

Anggota PPS dan PPK Wawo saat berpose di sekitar batu memandang suami (Wadu Ntanda Rahi) di Desa Sumi Lambu. (Dok Nasir)
 Siang itu terik mentari cukup menyengat, namun suasana pantai Papa Desa Lambu Kecamatan Lambu begitu adem. Tidak terlihat ada gelombang laut yang menerpa tepi pantai, kecuali riak-riak kecil. Begitu sempurna ciptaan Tuhan, panorama indah nan birunya pantai Papa memanjakan mata, menyejukan hati. Pikiran seakan diarahkan untuk terfokus memuji kebesaran dan kekuasaan Allah yang menciptakan alam semesta tanpa ada tandingannya.

Apalagi, di ujung Timur pantai Papa seakan terbentang panjang pulau yang berbentuk sebelah paha manusia, meminjam istilah Ketua KPU Kabupaten Bima, Siti Nursusila.  Seakan mengisyaratkan batas pandang kita manusia hanya di situ. Sabda alam yang asri dan tiupan angin sepoi-sepoi basah, ditambah hamparan pasir laut dengan warna air laut kebiruan, menambah “syahwat” beberapa rekan untuk menjamah bibir pantai sejauh kaki melangkah.

Anggota Panitia Pemungutan Suara (PPS) dan Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Wawo lebih awal menjamah bibir pantai Papa, Rabu (10/9) lalu sekitar pukul 10.00 WITA. Anggota PPS, PPK Lambu sebagai tuan rumah dan PPS dan PPK Sape datang ke pantai Papa hampir bersamaan dengan Komisioner KPU dan Sekretariat KPU Kabupaten Bima sekitar pukul 12.00 WITA.

Ternyata teman-teman dari Lambu dan Sape lebih akurat menerima informasi dari Sekretariat KPU Kabupaten Bima, Aidin, SH, MH, bahwa acara perpisahan KPU dengan PPS dan PPK direncanakan sekitar pukul 13.00 WITA. Jajaran KPU akan berangkat dari kantor sekitar pukul 10.00 WITA.

Tentu saja rekan-rekan saya dari daerah dataran tinggi Wawo, dongkol  karena molornya kehadiran jajaran KPU. Tetapi, mereka bersabar dan mengambil hikmah pada setiap peristiwa. Terbukti siang itu dapat menikmati suasana rekreasi di tepi pantai Papa. Tidak hanya itu, sebelum menjamah bibir pantai Papa anggota PPK Wawo, Drs Andiman, Khairunnas, S.Sos, Yasin, SH, dan Didi Darmadi serta beberapa anggota PPS, Edy Irfan, Syahrurrahman, dan M Ali sempat mendatangi batu bersejarah yang dikenal dengan ‘Wadu Ntanda Rahi’ di atas bukit pegunungan Desa Sumi. Di sana mereka sempat berpose bersama mengabadikan momen penting  yang tidak terlupakan itu.

Saya sudah tiga tempat menyaksikan batu bersejarah yang dikenal dengan Wadu Ntanda Rahi di Bima. Pertama batu Ntanda Rahi di Doro Bedi Kelurahan Mangge Maci Kota Bima. Dulu sering saya lihat. Apalagi, saya pernah tinggal di rumah keluarga di Bedi dan Kampung Waki Kelurahan Mangge Maci.

Ceritera mengenai batu itu melegenda dan kerap dijadikan dongeng sebelum tidur. Kadang cerita yang didramatisir itu menyebabkan saya terisak tangis karena ibu saya mampu menghayati frase dan bait cerita itu dengan apik, sehingga anak-anaknya berlinang air mata. Kini ceritera itu tidak terdengar lagi, jika tidak ingin disebut hilang samasekali.

Batu kedua ada di pegunungan Desa Raba Kecamatan Wawo. Saat meninjau kerusakan hutan di Desa Raba saya bersama anggota Kepolisian Sektor Wawo dan personel Koramil Wawo, meninjau lokasi itu sekitar tahun 2010. Mereka dikabari mengenai batu Ntanda Rahi itu tepat tempat kami beristirahat setelah ngos-ngosan mendaki gunung.
Batu yang ketiga di Desa Sumi Kecamatan Lambu ini. Namun, kedua batu ini belum ada yang menceritakan secara detail mengenai legenda itu.

Batu yang terakhir ini, tampaknya mirip dengan wajah manusia dan gemuk, terlihat ada mata, hidung dan pipinya. Letak bantu Ntanda Rahi itu tidak jauh dari pinggir jalan dan dapat memandang dari kejauhan pantai Sape, tetapi karena mendaki gunung dalam suasana terik mentari dengan kondisi gunung Lambu yang kering kerontang, menyebabkan napas kami ngos-ngosan.

Ada beberapa teman sebelum mendaki menuju Wadu Ntanda Rahi bersantai ria mengambil beberapa biji buah bidara yang ranum. Saya berada bersama rombongan yang terakhir ini.

Saat saya mengambil buah bidara yang bisa dijangkau dengan tangan ini, saya teringat masa lalu ketika masih menjadi siswa MAN 1 Kota Bima sekitar tahun 80-an. Buah  bidara ini menjadi incaran saya setiap Minggu. Saya begitu akrab dengan pohon berduri ini. Meski pohon bidara ini pernah menyebabkan saya trauma menaiki pohon. Masalahnya, berani naik tak bisa turun.

Saya pernah diturunkan warga di Kelurahan Dodu. Dulu ada pohon bidara berusia tua di sekitar mesjid Baiturrahim Dodu II. Kebetulan rumah saya berdempetan dengan masjid itu. Saya mencoba menaiki pohon itu. Namun, saat turun takut. Saya nangis dan berteriak minta tolong warga sekitar. Akhirnya, saya dituntun turun oleh Abubakar, SE,  kini  pegawai Pemkab Bima.

 Trauma itu hilang setelah tamat SMP. Buah bidara disukai. Pohon bidara yang biasa dipanjat adalah di kantor Pos Kampung Suntu Kelurahan Paruga dan seberang jalan dekat KFC menuju MAN 1 Saleko Kota Bima. Pemilik rumah sekitar kedua pohon bidara itu sudah akrab dengan saya. Mereka tidak melarang anak-anak memanjat dan memakan buah bidara. Hanya disarankan agar berhati-hati saat menaiki pohon itu.

Saya dengan rekan-rekan di kampung Ranggo Kelurahan Nae menyiapkan garam seadanya lalu bersantai ria menikmati buah bidara yang ranum. Maaf ngelantur ingat masa lalu yang tidak pernah dilupakan.

Usai berpose di Wadu Ntanda Rahi, rekan-rekan saya menyusuri tepi pantai. Suasana damai dan adem itu dimanfaatkan untuk berfoto bersama. Namun, karena acara belum dimulai tidak ada yang berani menceburkan diri di laut. Pandangan mata hanya tertuju pada ombak kecil yang menerpa bibir pantai yang berwarna biru jernih. Sesekali kami berdecak kagum menikmati hembusan angin laut serta memandang ke lautan hingga batas pandang terakhir.


Inilah perjuangan PPS dan PPK Sape saat mendistribusikan kota suara bagi pemilih di seberang lautan. (Dok Nasir)

Acara perpisahanpun digelar di bibir pantai, ada yang mengambil posisi duduk di pondokan, ada yang memilih duduk santai di pasir hitam, sebagian memilih sibuk menyiapkan makanan dan memanggang ayam yang disiapkan anggota PPS dan PPK Lambu.

Bahkan, ada yang menggelar terpal duduk melingkar mendengarkan petuah terakhir dari Ketua KPU Kabupaten Bima, Siti Nursusila. Acara perpisahan itu dipandu oleh Komisioner KPU Kabupaten Bima, Muhammad Waru, SH, MH dan seluruh komisioner KPU Kabupaten Bima saat itu hadir semua.

Usai acara santapan siang tersedia. Anggota PPK Lambu, Nurhidayah dan rekan-rekannya telah menyiapkan ayam panggang dengan sambal spesial khas Bima Doco Foo. Namun, sayang ternyata tidak ada piring. Solusi yang ditawarkan komisiomer KPU, Juriati, SP, kali ini kita contohi jamaah tablig makan bareng dengan menggelar plastik merah.

Nasi disimpan di tengah, sedangkan ikan ayam dan sambal Doco Foo serta sambal lainnya di sisipkan dipinggir plastic. Enaknya makan bareng dan berebutan. Dua baskom nasi dan beberapa ekor ayam panggang ludes. Nyaris beberapa kaum hawa yang menyiapkan makan hanya kebagian kepala dan tulang belulang saja.
 
Meski sudah dibubarkan anggota PPS dan PPK masih berpose dengan komisioner KPU Kabupaten Bima (Dok Nasir)
Perpisahan yang indah penuh makna. Ternyata makna kebersamaan jauh lebih intim dibandingkan dengan kepentingan uang dan duniawi lainnya. Maka tidak heran Ketua PPK Lambu, Suparni beberapa kali memohon maaf karena yang tersedia belum sesuai harapan. Nikmati dan menyukuri yang ada pasti akan dilipatgandakan kenikmatan. Semoga kebersamaan tetap terjaga selalu. (*)

Jumat, 12 September 2014

KPU Gelar Perpisahan dengan PPS dan PPK


Usai pembubaran PPS dan PPK, Komisioner KPU Kabupaten Bima sempat  berpose bersama(Dok Nasir)
JUNGGE MBOJO.- Sepekan terakhir, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Bima menggelar acara perpisahan dengan Panitia Pemungutan Suara (PPS) dan Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) pada beberapa lokasi wisata. Ada tiga lokasi yang dipilih untuk bersilaturrahmi. 
   
Dimana saja lokasi perpisahan itu? Ketua KPU Kabupaten Bima, Siti Nursusila,   mengatakan, perpisahan pertama untuk Kecamatan Wera dan Ambalawi digelar di sekitar pantai Ambalawi, bagi Kecamatan Sanggar, Tambor dan beberapa kecamatan lain di Desa Piong Kecamatan Sanggar, Kecamatan Wawo, Sape, dan Lambu di pantai Papa Kecamatan Lambu.

Wisata ini, kata dia, sebagai silaturrahmi antar-sesama penyelenggara Pemilu, sekaligus evaluasi terakhir atas kebersamaan seluruh penyelenggara baik saat melaksanakan Pilkada Gubernur NTB, Pemilu Legislatif (Pileg), maupun Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres).

“Kita bersyukur seluruh tahapan Pemilu itu telah dilaksanakan, meski masih banyak administrasi Pemilu yang perlu lebih diperbaiki,” ujarnya di pantai Papa Kecamatan Lambu, Rabu (9/9).
 
Ketua KPU Kabupaten Bima, Siti Nursusila, S.IP, MM, memimpin rapat pembubaran PPS dan PPK di Papa Lambu (Dok Nasir)
Pada Pemilu kali ini, kata dia, durasi kebersamaan KPU dengan PPS dan PPK lebih lama dan hampir dua tahun. Tentu saja selama melaksanakan tugas dan tanbggungjawab itu pasti banyak kata dan ucapan ang kurang berkenan dan menyinggung perasaan anggota PPS dan PPK. “Kami sebagai manusia biasa tidak luput dari salah dan keliru. Karena kami semua meminta maaf dan demikian juga sebaliknya,” katanya.

Pada bulan November nanti, katanya, jika UU Pemilu tidak berubah, maka pada bulan November nanti akan direkrut kembali anggota PPS dan PPK. Jika pun UU Pemilu dilaksanakan oleh DPRD maka KPU tetap melaksanakan verifikasi data calon maupun lainnya. “Namun, felling saya tetap melaksanakan Pemilu langsung. Jika UU Pemilu itu diloloskan maka akan banyak yang akan mengajukan Judicial Review atas UU itu,” katanya.

Bagaimana dengan pertanyaan PPK dan PPS soal honor mereka bulan Agustus? Sekretaris KPU Kabupaten Bima, Aidin, SH, MH, menegaskan, berdasarkan DIPA pertama 10 bulan, tetapi turun kembali surat perubahan hanya sembilan bulan terhitung dua kali putaran. Namun, karena Pemilu Periden dan Wakil Presiden hanya berlangsung sekali putaran, maka ketentuan honor PPK dan PPS berakhir hingga bulan Juli saja dan dua bulan dikembalikan kepada negara.

“Jadi standar yang digunakan dalam Pemilu Legislatif dan Pilpres hanya tujuh bulan saja,” katanya.

Dia berharap seluruh PPK dan PPS memakluminya. KPU ingin sekali bisa membayarkan delapan bulan atau lebih, tetapi ketentuan dari pusat pembayarannya hanya tujuh bulan saja. Bahkan, dana yang rencananya dialokasikan untuk Pemilu dua kali putaran dikembalikan kepada Negara sekitar Rp6 miliar lebih. “Mudah-mudahan pada Pilkada 2015 mendatang honor PPK dan PPS lebih baik lagi karena dana yang diusulkan sekitar 19 miliar,” katanya. (AJI)
 
Copyright © 2014 KM JUNGGE MBOJO
| B-11
    Twitter Facebook Google Plus Vimeo Videosmall Flickr YouTube