Derita Nasruddin tidak terkira, tak ada yang peduli akan peristiwa naas
yang menimpanya. Ikhtiar petani Desa Maria Kecamatan Wawo merantau ke Sumbawa
hendak mengubah nasib, tetapi justru berakhir petaka. Usaha kerasnya untuk mengais rejeki, buat Ramlah istri tercinta dan Laura Putri Wulandari
(7 tahun) anak semata wayang melalui berladang di Labuan Jambu Desa Mama Kecamatan
Empang Kabupaten Sumbawa, berakhir tragis. Sebagian tubuhnya lumpuh.
Bagaimana cerita pilu itu? Berikut rangkuman HM Nasir Ali.
Selasa sore tanggal 10 Desember 2013, awal ketidakberdayaan Nasruddin dalam
menafkahi keluarganya. Sekitar pukul 15.00 WITA, suasana agak mendung, terlihat
ada rintik-rintik hujan yang membasahi pondokannya. Nasruddin duduk sendirian
dan berpikir apa yang harus diperbuatnya saat itu.
Sekitar pukul 15.30 WITA hujan rintik-rintik tidak terlihat lagi. Dia bergegas
keluar pondokannya dan membawa gergaji berantai (chain saw) ingin memotong
pohon kasambi (Sambi) di bagian dasar telah tegalan sebagai ladang usaha
menanam jagung dan padi. Pohon itu biasanya menjadi sarang monyet yang
menghancurkan tanaman.
Hama monyet itu kerap mengganggu petani sejak mulai menanam hingga panen.
Karena itu, tekadnya harus memotong pohon itu agar tanamannya aman. Apalagi,
kendala utama petani jagung di So Air Mesan Empang Sumbawa itu adalah hama
monyet.
“Sebelum menuju pohon Kasambi yang hendak dipotong, dua teman saya Fajrin
dan Fikram sempat menanyakan mau kemana. Saya beritahu mau potong pohon kasambi
sekitar sungai kecil di bawah,” ujarnya di kediamannya di RT 05 Desa Maria
Kecamatan Wawo, Kamis (29/10).
Nasruddin pun mulai memotong pohon Kasambi yang
berdiameter sekitar 40 centimeter bercabang dua dengan tinggi pohon sekitar
empat meter. Gerigi mesin nyaris menembus, tetapi pohon itu belum mau
tumbang. Suami Ramlah ini kembali memotong pada tempat yang berlawanan dari yang
dipotong sebelumnya.
Akibatnya, ujung batang pohon yang dipotong itu
terloncat naik, sedangkan batang pohon yang bercabang dua itu menindis bagian
punggungnya. Nasruddin sempat berteriak minta tolong dan beberapa saat kemudiam
ada yang menolong.“Saya sempat melihat Fajri dan Fikram datang menolong saya, kemudian saya
tidak sadarkan diri hingga sudah berada di Puskesmas Empang,” katanya.
Dia mengaku, setelah berada di pondokannya baru sadar dan merasakan pada
bagian pinggangnya terasa pedih seperti tulang-belulangnya telah patah. Dua
rekannya dan beberapa teman lain memikulnya hingga ke Desa Mama. Di sana
langsung dibawa ke Bima untuk mendapatkan perawatan.
“Hasil Rontgen dari RSUD Bima menjelaskan bahwa bagian tulangnya kejepit
syaraf, sehingga sebagian badannya mulai dari pinggang hingga jari-jari kaki
langsung mati rasa,” tuturnya.
Maka tidak heran, sebagian badannya sehat, tetap sebagian besar lainnya
kaku. Tidak bisa bergerak sedikit pun. Kini tidak bisa tidur telentang, hanya
dengan wajah menghadap ke bantal dengan menggerakan badan bagian dada, tangan
dan kepalanya, sedangkan lainnya sudah mati rasa.
Dalam kondisi yang tidak berdaya itu, hingga kini belum mendapatkan bantuan
dari desa hingga Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bima. Bahkan, untuk bantuan
beras untuk rakyat miskin (Raskin) saja tidak mendapatkannya.
“Saya hanya bisa pasrah nasib yang saya alami. Jika saya tidak layak
dibantu, tetapi anak istri saya butuh makanan dan pakaian,” ucapnya disertai
deraian airmata.
Nasruddin mengaku sangat bahagia dalam beberapa
hari ini sudah empat kali ditengok oleh Camat Wawo, Syafruddin Daud,
SSos, sedangkan aparat Desa Maria baru duakali. Kesempatan itu bisa mencurahkan
isi hatinya (Curhat) agar mereka mau memerhatikan anak dan istrinya.“Saat ini saya hanya menjadi beban keluarga, terutama anak dan istri saya
mau merawat saya,” katanya sambil menutup wajahnya tidak kuasa menahan sedih.
Untung saja, kata dia, Anwar dan Nane ayah dan ibunya turut meringankan
bebannya, termasuk mendapatkan bantuan Jamkesmas, sehingga untuk kebutuhan
obat-obatan bisa terpenuhi.
Bagaimana pengakuan Ramlah?
Katanya, kondisi bagian tubuh suaminya mulai dari punggung hingga kaki tidak
lagi merasakan apa-apa, tetapi beberapa luka mulai terlihat. Kondisi itu tidak
cukup dengan pengobatan seadanya, tetapi membutuhkan penanganan lebih serius.
“Saya hanya bisa pasrah dan berusaha untuk menangani suami, saya berharap
terketuk hati pejabat Pemerintah agar mau membantu pengobatan suami saya agar
beberapa luka di badannya bisa disembuhkan,” tuturnya.
Ramlah tidak kuasa membendung air bening yang membasahi pipinya. Ibu satu
anak ini dengan penuh kasih sayang merawat suami dan anaknya. Namun, Laura
anaknya yang baru beberapa bulan masuk kelas I Sekolah Dasar (SD) di Desa Maria
mafhum dengan kondisi ayahnya yang tidak berdaya. Bocah itu tidak rewel meminta
uang jajan dan lainnya. Keluarganya juga cukup membantu meringankan beban
keluarga yang dipikulnya.
Kegalauan hati istri tidak mampu disembunyikan. Wajah ibu itu sembab air
mata sedih, meski tetap menampakan ketegaran di depan siapapun yang berkunjung
ke rumahnya.
“Ini sebagai bentuk pengabdian saya untuk merawat suami tercinta dan anak
saya satu-satunya. Semoga Allah mencurahkan rahmat dan magfirahnya kepada kami
sekeluarga,” katanya. (*)