Berita Terbaru

Kruw KM Jungge-Mbojo

KOORDINATOR/MOTIVATOR: HM. Nasir Ali TATA LETAK: Joe Ningrat, KOORDINATOR LIPUTAN: Nas Andika, UNIT USAHA: Wukufatul Arafah, PENULIS/KONTRIBUTOR: Wukufatul, HM. Nasir, Awalul Khair, Shafiratul Islamiah,Abdul Hamid, Jufrin, KAMERAMEN: Nas Andika, STAFT IT: Irank Scripter, KONSULTAN/PEMBINA: Camat Wawo, Dishubkominfo Kabupaten Bima, Dishubkominfo Provinsi NTB

Rabu, 05 November 2014

Mahasiswa Akbid Harapan Bunda Praktik Kerja di Wawo

Mahasiswa Akbid Harapan Bunda Bima saat diterima Kepala Puskesmas Wawo.  (Foto Nasir)
 
JUNGGE MBOJO.- Sebanyak 14 mahasiswa Akademi Kebidanan (Akbid) Harapan Bunda Bima mengikuti Praktik Kerja Klinik (PKK) dan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Puskesmas Wawo. Mereka lepas oleh Hj Rini Hendari S, Kep, M. Kes dan Nur Aini Fitri Irma, S. ST. Kepala Puskesmas Wawo, Masturudin, S.KM, menerima kehadiran mereka di Puskesmas setempat, Senin (3/11). Kehadiran calon bidan itu di daerah dataran tinggi Wawo selama tiga pekan. Masturudin, S.KM, mengatakan, hal utama yang perlu diperhatikan oleh mahasiswa adalah komunikasi dengan masyarakat. Jangan buat masalah dan senantiasa fokus pada tugas dan tanggungjawab.

Di lapangan, kata dia, antara teori yang dipelajari di bangku kuliah dengan praktik di masyarakat harus dipadukan. Begitu kalian masuk dan praktik klinik sudah merupakan tanggungjawab Puskesmas Wawo untuk menjaga dan memantau segala kegiatan mahasiswa di lapangan. Karena itu diingatkan agar jangan menerima tamu terutama laki-laki atau pacar. Bahkan, jika keluarga yang dating menengok agar melaporkan kepada Puskesmas Wawo. “Ini semua untuk menjaga citra mahasiswa dan citra kampus yang mengirim kalian. Intinya, focus pada PKL dan PKK,” ujarnya.
Dia berharap agar menggunakan kesempatan ini dengan sebaik-baiknya supaya kalian menjadi calon bidan yang diharapkan bangsa dan Negara.

Hal senada dikemukakan Mahasiswa PKL dan PKK Kebidanan Harapan Bunda, Megawati, Winda Nurdina, dan Selmilinda Ningtia DS. Mereka gembira bisa melaksanakan PKL dan PKK di Puskesmas Wawo. Mereka pun berharap waktu tiga minggu itu mahasiswa mendapatkan pelajaran yang berharga sebagai landasan profesi di masa yang akan datang.
 

“Apa yang diingatkan oleh Kepala Puskesmas Wawo adalah bagian terpenting untuk suksesnya PKL di Kecamatan Wawo. Kami semua berharap jika kami salah silakan ditegur. Itu semua demi kebaikan kami sebagai mahasiswa,” ujar Megawati yang diiyakan rekan-rekannya.
 
Saat Istirahat, mahasiswa  yang PLK di Puskesmas Wawo Duduk Santai (Foto Nasir)
Beberapa hal yang dilakukan, katanya, adalah kunjungan awal ANC dengan taget minimal 15 mak dan 100 asuhan kebidanan (Askeb) dan ibu hamil. Saat praktik nanti, mahasiswa juga akan mencatat berbagai hal dan pengalaman yang berharga selama berada di Puskesmas Wawo. Intensitas komunikasi dengan ibu hamil dan asuhan kebidanan lainnya akan dilakukan, terutama yang berkaitan dengan kasus fisiologis, patologis, keluarga berencana, dan gangguan reproduksi. (AJI)

Minggu, 02 November 2014

Jika Gadis Bima Malu...

Ini salah satu Rimpu Moci bagi orang tua yang sudah menikah (Foto Nasir)

JUNGGE MBOJO: Ini ceritera masa lalu kaum perempuan di daerah Bima Provinsi NTB, meski dimarjinalkan dalam banyak aspek kehidupan, terutama di bidang pendidikan. Namun, soal adat-istiadat yang berbalut syariat agama sangat kental berlaku. Salah satunya adalah memiliki rasa malu.

Maka tidak heran jika wajah kaum perempuan di Bima pada masa Kesultanan Bima, lebih khusus lagi yang menginjak usia remaja (gadis) sulit dikenal. Pasalnya, sejak usia itu mereka sudah mulai mengenakan rimpu cili ala ninja, sedangkan yang sudah berkeluarga mengenakan rimpu moci dengan menggunakan dua helai kain sarung layak seperti ninja. Wajah imut mereka hanya terlihat sedikit hingga mereka berumah tangga baru menggunakan rimpu moci.

Sifat malu tersebut begitu kental dan melekat, karena gadis Bima masa lalu terbina melalui amalan syariat agama dari orang tua dan lingkungan sekitar. Motto Maja Labo Dahu itu sesungguhnya merupakan syariat agama yakni Iman dan Taqwa. Karena iman kepada Allah dan seluruh tingkah laku mereka berdasarkan ketaqwaan kepada Allah Rabul Alamin.

Malu itu bukan hanya sekadar pemanis di bibir, tetapi dalam kehidupan sehari-hari diekspresikan dalam kehidupan nyata. Bayangkan, dengan gossip tidak sengaja mendengar suara kencing seorang gadis oleh seorang perjaka, seorang perempuan (gadis) Bima berani meninggalkan rumahnya dan menginap beberapa hari di rumah pemuka agama, penghulu, dan lainnya.

Apa soalnya? Ternyata seorang gadis itu malu jika gossip itu menyebar ke mana-mana dan jelas namanya akan tercemar. Gadis itu meminta pertangungjawaban perjaka yang mendengarkan suara kecingnya untuk menikahinya. Maka pihak keluarga perempuan dan laki-laki bermusyawarah hingga disepakati kepastian kapan diakadnikahkan. Baru gadis itu bisa pulang ke rumah orang tuanya untuk dilakukan prosesi pernikahan.
Ini contoh pakaian Rimpu Cili yang dikenakan gadis Bima (Foto Nasir)

Konon khatib masjid besar Nurul Hidayah Desa Maria Kecamatan Wawo, H Muhammad Tabrin, pernah menuturkan kepada penulis bahwa banyak peristiwa sepele yang menyebabkan seorang gadis Bima mendatangi penghulu dan meminta dinikahkan dengan orang yang mengosipkan dirinya. Dia mencontohkan gara-gara kentu didengar perjaka, kencing, atau kejadian lain kain sarung sebagai hijab wajahnya terlepas, dan lainnya. Namun, khusus untuk peristiwa gossip kencil gadis itu tidur beberapa hari di rumahnya dan meminta agar pemuda yang bernama si fulan bertanggungjawab dan mau menikahinya. Benar saja, Si Fulan yang bercerita sesuai yang didengarnya mengenai suara kencing itu bertanggungjawab dan menikahi gadis itu. Wallahua’lam. (AJI)



 
Copyright © 2014 KM JUNGGE MBOJO
| B-11
    Twitter Facebook Google Plus Vimeo Videosmall Flickr YouTube